Presiden Brasil Jair Bolsonaro mendorong revisi tentang bagaimana sekolah-sekolah mengajarkan tentang kudeta Brasil pada tahun 1964, yang menyingkirkan presiden yang terpilih secara demokratis untuk digantikan oleh militer. Bolsonaro menolak menyebutnya sebagai kudeta paksa, dan menyebut pemerintah yang mengambil alih sebagai ‘rezim demokratis’. Menurutnya, kudeta itu juga dibutuhkan untuk melawan kebangkitan komunisme, dan hal itu harus diajarkan di sekolah-sekolah.
Oleh: Marcelo Da Souza (AP/The Washington Post)
Beberapa hari setelah memperingati kudeta militer yang menyebabkan dimulainya kediktatoran Brasil, pemerintah sayap kanan Presiden Brasil Jair Bolsonaro mendorong revisi kurikulum sejarah untuk sekolah-sekolah di negara itu.
Menteri Pendidikan Ricardo Velez Rodriguez, mengatakan bahwa ia akan memperkenalkan perubahan dalam buku pelajaran sekolah sehingga anak-anak akan mendapatkan “gagasan sebenarnya” pada masa itu, dengan menggambarkan pemerintah de facto yang mengambil alih setelah kudeta Brasil sebagai “rezim kekuatan demokratis”.
“Sejarah Brasil menunjukkan bahwa tanggal 31 Maret 1964 adalah keputusan yang berdaulat dari masyarakat Brasil. Bukan barak-barak yang menempatkan Castelo Branco di kursi kepresidenan,” kata Velez Rodriguez dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Kamis (4/4) di surat kabar harian Valor.
Mengulang interpretasi Bolsonaro tentang masa-masa itu, Menteri tersebut menyangkal bahwa kudeta-lah yang menyingkirkan Presiden Joao Goulart yang terpilih secara demokratis, dengan mengatakan bahwa militer bertindak dengan dukungan Kongres dalam mengangkat Marsekal Castelo Branco sebagai pemimpin negara.
Angkatan bersenjata kemudian menutup Kongres dan memegang kekuasaan selama 21 tahun dengan rezim yang dipenuhi oleh sensor, penindasan politik, penyiksaan, dan kematian.
Velez Rodriguez berpendapat bahwa Brasil mengadopsi “rezim kekuatan demokratis karena itu diperlukan pada saat itu” untuk memblokir kebangkitan komunisme.
Baca juga: Jair Bolsonaro Ancam akan Menarik Brazil dari Pakta Migrasi PBB
Pemerintah Bolsonaro—yang merupakan seorang mantan kapten tentara yang sangat anti-kiri—juga menegaskan kembali tulisan kontroversial Brasil di masa lalu untuk PBB dalam sebuah telegram, yang diakses oleh The Associated Press.
Tulisan itu dikirim sebagai tanggapan atas komentar Fabian Salvioli—penyelidik khusus PBB tentang promosi kebenaran, keadilan, reparasi, dan jaminan tidak terulang—yang menggambarkan kudeta Brasil itu sebagai “tidak dapat diterima.”
Telegram pemerintah tersebut mengatakan bahwa “tidak ada kudeta, tetapi gerakan politik yang sah” yang didukung oleh mayoritas warga Brasil, untuk berurusan dengan “ancaman yang meningkat dari pengambilalihan komunis” dan “organisasi teroris.”
Dalam wawancaranya, Velez Rodriguez mengatakan bahwa akan ada “perubahan progresif” dalam materi sekolah untuk menyelamatkan “versi sejarah yang lebih luas.”
Baca Artikel Selengkapnya di sini
Oleh: Marcelo Da Souza (AP/The Washington Post)
Beberapa hari setelah memperingati kudeta militer yang menyebabkan dimulainya kediktatoran Brasil, pemerintah sayap kanan Presiden Brasil Jair Bolsonaro mendorong revisi kurikulum sejarah untuk sekolah-sekolah di negara itu.
Menteri Pendidikan Ricardo Velez Rodriguez, mengatakan bahwa ia akan memperkenalkan perubahan dalam buku pelajaran sekolah sehingga anak-anak akan mendapatkan “gagasan sebenarnya” pada masa itu, dengan menggambarkan pemerintah de facto yang mengambil alih setelah kudeta Brasil sebagai “rezim kekuatan demokratis”.
“Sejarah Brasil menunjukkan bahwa tanggal 31 Maret 1964 adalah keputusan yang berdaulat dari masyarakat Brasil. Bukan barak-barak yang menempatkan Castelo Branco di kursi kepresidenan,” kata Velez Rodriguez dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Kamis (4/4) di surat kabar harian Valor.
Mengulang interpretasi Bolsonaro tentang masa-masa itu, Menteri tersebut menyangkal bahwa kudeta-lah yang menyingkirkan Presiden Joao Goulart yang terpilih secara demokratis, dengan mengatakan bahwa militer bertindak dengan dukungan Kongres dalam mengangkat Marsekal Castelo Branco sebagai pemimpin negara.
Angkatan bersenjata kemudian menutup Kongres dan memegang kekuasaan selama 21 tahun dengan rezim yang dipenuhi oleh sensor, penindasan politik, penyiksaan, dan kematian.
Velez Rodriguez berpendapat bahwa Brasil mengadopsi “rezim kekuatan demokratis karena itu diperlukan pada saat itu” untuk memblokir kebangkitan komunisme.
Baca juga: Jair Bolsonaro Ancam akan Menarik Brazil dari Pakta Migrasi PBB
Pemerintah Bolsonaro—yang merupakan seorang mantan kapten tentara yang sangat anti-kiri—juga menegaskan kembali tulisan kontroversial Brasil di masa lalu untuk PBB dalam sebuah telegram, yang diakses oleh The Associated Press.
Tulisan itu dikirim sebagai tanggapan atas komentar Fabian Salvioli—penyelidik khusus PBB tentang promosi kebenaran, keadilan, reparasi, dan jaminan tidak terulang—yang menggambarkan kudeta Brasil itu sebagai “tidak dapat diterima.”
Telegram pemerintah tersebut mengatakan bahwa “tidak ada kudeta, tetapi gerakan politik yang sah” yang didukung oleh mayoritas warga Brasil, untuk berurusan dengan “ancaman yang meningkat dari pengambilalihan komunis” dan “organisasi teroris.”
Dalam wawancaranya, Velez Rodriguez mengatakan bahwa akan ada “perubahan progresif” dalam materi sekolah untuk menyelamatkan “versi sejarah yang lebih luas.”
Baca Artikel Selengkapnya di sini