• Silahkan bergabung dengan chat kami di Telegram group kami di N3Forum - https://t.me/n3forum
  • Welcome to the Nyit-Nyit.Net - N3 forum! This is a forum where offline-online gamers, programmers and reverser community can share, learn, communicate and interact, offer services, sell and buy game mods, hacks, cracks and cheats related, including for iOS and Android.

    If you're a pro-gamer or a programmer or a reverser, we would like to invite you to Sign Up and Log In on our website. Make sure to read the rules and abide by it, to ensure a fair and enjoyable user experience for everyone.

Jika Ingin Serang Korea Utara, Trump Harus Belajar Banyak dari Israel

KurirBerita

TK B
Level 0
Ada tiga faktor negatif yang akan menjebak Amerika dalam situasi mengenaskan jika mereka menyerang Korea Utara. Oleh karena itu, Trump harus belajar dari Israel mengenai konflik Israel-Palestina. Namun ada satu poin penting: tidak seperti musuh lain yang telah diserang Israel, Korea Utara memiliki senjata nuklir. Namun Trump masih saja berkoar tentang keinginannya menyerang rezim Kim Jong Un.

Oleh: David Ignatius (The Washington Post)

Jika Pemerintahan Donald Trump benar-benar berpikir untuk mencoba memberikan “pendarahan hidung” (serangan menyakitkan) kepada Korea Utara dengan tindakan militer terbatas, Trump harus belajar dari Israel—yang dapat memberikan referensi mengenai keuntungan serangan cepat, namun juga kesulitannya untuk memadamkan konflik begitu telah dimulai.

Jika Trump harus belajar dari Israel pada konferensi, maka ia akan mendapatkan informasi mengenai manfaat dari upaya pencegahan, namun juga memberikan pelajaran dasar: jika Anda ingin melancarkan serangan dengan cepat, jangan bicarakan hal itu; jangan menyerang kecuali Anda memiliki informasi tepat mengenai target Anda; dan jangan berasumsi bahwa musuh Anda tidak akan menyeret Anda ke dalam kondisi perang yang panjang dan berdarah.

Ada tiga faktor negatif yang mempersulit rencana serangan ke Korea Utara. Trump masih saja berkoar tentang keinginannya menyerang “pria roket kecil,”—bagaimana dia menjuluki pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Intelijen Amerika mengenai Korea Utara tidaklah sempurna. Dan kemungkinan (beberapa berkata sangat mungkin) Korea Utara akan membalas dengan keras, ketimbang menerima begitu saja serangan AS.

Masih ada satu poin penting: tidak seperti musuh lain yang telah diserang Israel, Korea Utara memiliki senjata nuklir.


Hwasong-15 ICBM milik Korea Utara. (Foto: KCNA via Reuters)

Pertimbangan pemerintahan Trump mengenai serangan terbatas dideskripsikan oleh Victor Cha dalam sebuah op-ed pada hari Rabu (31/1), seorang calon duta untuk Korea Selatan yang ditunda pengangkatannya setelah dia mengekspresikan keraguan pribadinya terhadap strategi hidung berdarah itu. Artikelnya lebih banyak didiskusikan di pertemuan tahunan Institute for National Security Study.

Amos Yadlin, seorang mantar Kepala Intelijen Militer Israel yang sekarang menjadi Kepala Institut, berargumen bahwa mempunyai intelijen mencukupi mengenai apa yang harus diserang, Angkatan Udara AS dapat menghancurkan apapun yang mereka inginkan.

Namun berbicara didalem panel yang sama, Michele Fournoy, seorang mantan Wakil Menteri Pertahanan AS, mengingatkan bahwa Korea Utara telah menyebar peyimpanan senjata nuklirnya dan menguburnya dalam-dalam di suatu tempat. Oleh karenanya, serangan cepat Amerika untuk melumpuhkan fasilitas Korea Utara masih mungkin menyisakan persenjataan yang cukup bagi Korea Utara untuk menyerang balik.

Ketika Trump harus belajar dari Israel, maka akan menguntungkannya karena Israel mungkin lebih mengetahui mengenai masalah pencegahan ketimbang negara lainnya. Selama 70 tahun, kelangsungan mereka telah bergantung pada kredibilitas kesediaan mereka menggunakan senjata, dan mencegah serangan musuh jika dibutuhkan. Seringkali pendekatan yang tegas itu menjadi faktor keberhasilan dalam mencegah perang dan menjaganya agar cepat selesai.

Namun aksi tersebut juga kadang menyebabkan konflik berlarut-larut dan menguras biaya, menyebabkan Israel kelelahan sementara musuhnya sedang menyiapkan serangan selanjutnya.

Yadlin menjadi pihak yang mendukung serangan pencegahan. Sebagai seorang pilot jet tempur, Dia memimpin penyerangan 1981 yang menghancurkan reaktor nuklir Osirak milik Irak. Serangan ini dilaksanakan sebelum reaktor beroperasi, dan berhasil mencegah Irak memiliki senjata nuklir. Namun setelah mengalami pukulan berat, Baghdad kemudian memulai kembali program senjata nuklir secara diam-diam.

Serangan Israel ke Suriah menunjukkan pentingnya melakukannya dengan diam-diam untuk mencegah serangan balasan. Setelah mengebom reakor nuklir Suriah pada 2007, Israel tidak mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya—menghindari situasi dimana Presiden Bashar Al-Assad merasa dipermalukan didepan publik yang dapat meningkatkan kemungkinan dia melakukan balasan. Sayangnya, Ejekan Trump kepada Kim telah membuat pendekatan diam-diam ini menjadi tidak mungkin, sehingga Trump harus belajar dari Israel jika ingin menyerang Korea Utara secara diam-diam.

Perang Israel di Gaza dan Lebanon menunjukkan bahwa upaya pencegahan tidaklah permanen, dan bahwa harapan terhadap serangan cepat yang dapat menghukum musuh dapat saja menjadi ilusi semata. Semenjak organisasi teroris Hamas memimpin, Israel telah berperang dalam tiga pertempuran yang banyak menghabiskan biaya di Gaza, tahun 2008-2009, 2012, dan 2014. Ancaman Hamas dapat dikontrol namun tidak dapat dihancurkan.


Sebuah mural Banksy terlihat di sisa-sisa rumah yang menurut saksi dihancurkan oleh tembakan Israel selama perang 50 hari di Beit Hanoun di Jalur Gaza utara, 2015. (Foto: Reuters/Landov/Suhaib Salem)

Untuk melawan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Israel telah menyerang Lebanon pada 1978 dan 1982. Serangan 1982 berhasil mengusir PLO dari Lebanon. Namun ditengah-tengah kehancuran tersebut, Iran membantu berdirinya pasukan Hizbullah, musuh yang lebih disiplin dan lebih mematikan. Israel menyerang Hizbullah pada 1993, 1996, dan 2006. Serangan terakhir menyebabkan kehancuran yang teramat-sangat di Lebanon nampaknya Israel berhasil mencapai tujuannya. Namun ribuan rudal Hizbullah masih terus diarahkan kearah Israel.

Pada 1982, saya menonton pasukan Israel menyapu Beirut dengan sangat cepat, hanya untuk dijebak dalam peperangan panjang di musim panas. Setahun kemudian, ketika konflik telah mereda, saya mengunjungi Yerusalem untuk mewawancari Perdana Menteri Menachem Begin. Namun Yehiel Kadishai, pembantu terdekatnya, meminta saya pergi. Dikarenakan banyaknya korban di Lebanon, dia mengatakan, “hatinya sedang sangat sedih.”

Citra perang tersebut yang harus dipertimbangkan oleh setiap Panglima Perang: Tidak berharap kesuksesan besar jika resikonya perlu mengorbankan begitu banyak hal.

Tidak salah jika Trump ingin mencegah Korea Utara, namun dia juga harus berhati-hati jika ingin mengandalkan serangan yang cepat. Seperti yang dikatakan oleh petinggi militer Israel dalam konferensi INSS, “Medan perang merupakan kerajaan dari ketidakpastian.”


Sumber : Jika Ingin Serang Korea Utara, Trump Harus Belajar Banyak dari Israel
 
Top