• Silahkan bergabung dengan chat kami di Telegram group kami di N3Forum - https://t.me/n3forum
  • Welcome to the Nyit-Nyit.Net - N3 forum! This is a forum where offline-online gamers, programmers and reverser community can share, learn, communicate and interact, offer services, sell and buy game mods, hacks, cracks and cheats related, including for iOS and Android.

    If you're a pro-gamer or a programmer or a reverser, we would like to invite you to Sign Up and Log In on our website. Make sure to read the rules and abide by it, to ensure a fair and enjoyable user experience for everyone.

Outbrain Bicara Soal Hati dan Kepala Content Marketing

Ophelia

Game Maniacs
Journalist

Ada pepatah yg mengatakan jatuh cinta itu berawal dari mata, lalu turun ke hati. Dalam dunia content marketing, alurnya sedikit berbeda. Dari hati lalu ke kepala. Ini merupakan pendapat Anthony Hearne, Regional Director SEA, India, & New Markets Outbrain, dalam acara ICON 2016 yg diadakan oleh GDP Venture di Jakarta, Selasa (26/1). Lalu, apa maksudnya?

Anthony, yg memiliki pengalaman dua dekade sebagai marketer & entrepreneur, mengawali penjelasannya mengenai alur pertama, yakni hati. Menurutnya, teknologi memberikan kesempatan yg sangat besar untuk content marketing. Akan tetapi, ia mengingatkan kalau kita menjual konten itu ke manusia, bukan ke mesin.
Sumber gambar Pixar

Ia menceritakan pengalamannya menonton Inside Out, film animasi buatan Pixar, bersama istri & anak-anaknya. Ketika Joy & Sadnessdua karakter yg mewakili emosi tokoh utama Rileyberpisah dengan Bing Bong, kedua anaknya menangis.

Ini merupakan contoh betapa dahsyatnya storytelling (cerita bertutur) yg kuat. Sehingga cerita bertutur sangat penting agar bisa terhubung dengan hati audiens

Dalam content marketing, cerita bertutur erat kaitannya dengan medium yg digunakan. Bagaimana audiens bisa berinteraksi dengan iklan. Jika tidak ada emosi pada konten, maka pesan yg ingin disampaikan oleh brand tidak akan sampai ke hati audiens.
Anthony Hearne. Sumber gambar Marketing Interactive

Sementara emosi adalah alasan kenapa orang memilih sebuah brand, ujar Anthony.

Menurutnya, iklan dalam bentuk banner adalah contoh sebuah konten yg tidak bisa menciptakan emosi. Karena dengan ukuran yg terbatas, banner tidak dapat menyampaikan suatu cerita.

Selain itu, banner yg berbentuk pop-up menampilkan produk yg tidak kita mau. Gangguan ini justru mengakibatkan sentimen negatif terhadap brand / situs yg dikunjungi.

Alasannya karena fokus utama digital advertising adalah performa respon langsung (impresi, klik, & sebagainya), bukan untuk membangun brand, jelas Anthony.

Akibatnya, brand belum banyak mencurahkan pengeluaran untuk beriklan di ruang digital karena belum ada peluang yg tepat. Di Indonesia, melihat pertumbuhan pengguna internet yg begitu pesat, peluang ini sudah ada. Namun, belum ada kendaraan yg tepat untuk menuturkan cerita sesuai kebutuhan brand.

Baca juga: Mengapa Startup Memerlukan Rencana & Strategi Content Marketing
Visi brand & cerita yg dituturkan
Sumber gambar Warner Bros

Anthony kembali menyebutkan beberapa brand yg berhasil menjalin emosi dengan audiensnya lewat konten. Pertama adalah Lego lewat filmnya, The Lego Movie. Bisa dikatakan film itu adalah iklan brand lego berdurasi 90 menit. Namun, tujuan dibuatnya film itu sekadar untuk memberi hiburan. Bukan untuk menjual produk, tetapi menjual possibility / kemungkinan, apa yg bisa dilakukan dengan mainan Lego.

Film tersebut adalah contoh yg baik bagaimana Lego menyampaikan visi brand mereka lewat tontonan yg menghibur, kata Anthony.
Sumber gambar LogoDatabase

Contoh kedua adalah RedBull yg menuturkan cerita lewat konten video olahraga ekstrem. Kecuali logo, tidak ada bintang iklan / pesan yg mengajak orang-orang untuk meminum RedBull dalam video mereka. Video-video RedBull, sama halnya dengan video buatan produsen action camera GoPro, menampilkan kegiatan yg memancing emosi audiensnya.

Konten adalah satu-satunya cara untuk memancing emosi & membangun brand di industri digital yg terus berkembang ini, kata Anthony.
Masyarakat lebih percaya konten ketimbang iklan
Menurut Anthony, dibandingkan dengan iklan, orang-orang lebih percaya dengan konten. Lalu, konten yg seperti apa? Ia mengatakan, 82 persen konsumen menyukai konten dari brand yg memberikan value / nilai buat mereka.

Konten semacam itu cenderung akan dibagikan ke teman / keluarganya, katanya.

Karena itu, ia menambahkan, content marketing harus memuaskan semua pihak (media, pengiklan, konsumen). Bagi konsumen, mereka tidak akan diganggu lagi oleh iklan dalam bentuk banner, sembari mendapatkan value dari konten tersebut. Bagi media, konten yg engaging berdampak pada monetisasi yg konsisten. Lalu bagi brand / pengiklan, lewat konten, mereka dapat menjalin hubungan yg erat dengan konsumen.

Baca juga: Tip Meningkatkan Pendapatan Startup Melalui Marketing Media Sosial
Teknologi membantu kreasi konten yg efisien
Selanjutnya adalah alur yg tidak kalah penting, yaitu kepala. Perlu diperhatikan, kepala di sini bukanlah isi kepala dari konsumen, tetapi bagaimana brand / media bepikir untuk menciptakan konten yg valuable. Beruntung, kita bisa memanfaatkan teknologi untuk menjangkau audiens yg lebih luas dengan efisien.

Konten yg pintartetapi simpeladalah konten yg berbasis pada data

Menurut Anthony kita bisa mendapatkan insight / pengetahuan yg dalam tentang konsumen dari berbagai sumber. Misalnya, tren pencarian di Google, apa yg dibagikan konsumen di media sosial, serta apa yg mereka baca / tonton.

Apa yg dicari konsumen adalah kebutuhan mereka, apa yg dibagikan di media sosial adalah egonya, lalu apa yg diminati adalah passion mereka, katanya.

Membuat konten pun harus sesuai dengan supply and demand. Anthony menampilkan dua data yg berdampingan. Data di kiri adalah topik yg paling diminati hingga kurang diminati oleh audiens di jaringan Outbrain, sementara data di kanan adalah topik yg kontennya yg paling banyak hingga paling sedikit tersedia.

Agar efisien & optimal, buatlah konten yg dicari oleh konsumen, jelas Anthony.

Terakhir, ia mengatakan ada dua jenis content marketing yg disajikan di situs web, baik itu di media maupun situs milik brand itu sendiri. Pertama adalah konten untuk mereka yg datang secara reguler ke situs tersebut, yaitu konten yg engaging (memancing interaksi). Kedua adalah konten untuk mereka yg belum pernah mengakses situs, yaitu berupa konten yg dapat mengakuisisi mereka menjadi audiens.

Ia kembali menekankan bahwa sebelum menuju ke sini, brand harus menyasar hati konsumen terlebih dahulu. Caranya dengan membangun kepercayaan dari konten yg valuable buat mereka. Dan untuk meraih kepercayaan konsumen tidak lah mudah.

Kepercayaan itu gampang hilang. Seperti penghapus, kepercayaan akan semakin kecil setiap kita melakukan kesalahan, tutupnya.

Baca juga: Virtual Reality sebagai Metode Marketing, Ampuhkah?
(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto)

Dikutip dari sini
 
Top