Counterpoint, sebuah lembaga riset yg berlokasi di Hong Kong, merilis laporan kuartal tiga tahun 2015 mengenai pasar smartphone di Indonesia. Berikut beberapa hasil temuan mereka.
Posisi puncak Evercoss diambil alih penguasa lama, Samsung
Dominasi yg terbilang singkat bagi produsen smartphone lokal, Evercoss. Pada kuartal dua tahun ini segala sesuatunya tampak berjalan sesuai rencana mereka. Karena, untuk pertama kalinya, Evercoss mampu mengungguli Samsung dalam hal pemasaran smartphone ke seluruh Indonesia.
Namun, pada kuartal tiga, berdasarkan laporan yg dirilis Counterpoint, Samsung kembali mengambil alih posisi tersebut. Di Indonesia, Samsung terkenal akan pengalamannya dalam menjual smartphone untuk segmen menengah ke atas. Dari hasil temuan lembaga tersebut, pada kuartal tiga ini Samsung berhasil menduduki kembali posisi tertinggi berkat kehadiran seri J, jajaran smartphone kelas menengah mereka.
Nampaknya, saat ini strategi Evercoss untuk mempertahankan penjualan feature phone sekaligus smartphone menuai hasil yg kurang memuaskan.
Baca juga: Bagaimana Smartfren Menjadi Produsen Handphone Terbesar di Indonesia?
Jaringan 4G LTE yg terus berkembang
Pertengahan tahun ini, Indonesia sudah mulai memperkenalkan jaringan 4G LTE ke seluruh nusantara. Berdasarkan data dari Counterpoint, nampaknya masyarakat Indonesia cepat beradaptasi akan perubahan ini, hal ini terlihat dari penjualan smartphone berbasis 4G yg melebihi angka satu juta unit selama dua kuartal berturut-turut.
Salah satu operator lokal sekaligus produsen smartphone, Smartfren, jitu menangkap peluang ini. Mereka berhasil merangkak naik ke posisi tiga untuk segmen smartphone, berkat sejumlah perangkat 4G LTE yg ada dalam portofolio produk mereka.
Baca juga: Smartfren Resmikan Jaringan 4G LTE Advanced untuk 22 Kota di Indonesia
Menurunnya permintaan
Namun secara keseluruhan, terjadi penurunan permintaan smartphone sebanyak tujuh persen jika dibandingkan dengan tahun lalu.
Saat ini penetrasi penggunaan smartphone di Indonesia mengalami peningkatan sekitar 40 persen. Ini artinya masih besar kemungkinan masyarakat beralih dari feature phone ke smartphone.
Hal senada tak terjadi di Cina. Di negara itu, sekitar 90 persen populasinya memiliki smartphone. Menjelang puncak kejayaan smartphone, ketika smartphone sudah menjadi komoditas yg sangat umum serta tak ada inovasi yg signifikan, penurunan permintaan bukan hal yg aneh.
Baca juga: Mampukah Smartphone Lokal Bertahan dari Gempuran Smartphone Cina?
Indonesia belum menuju ke sana. Namun kenapa semua orang belum beralih menggunakan smartphone? Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, mahalnya harga smartphone mungkin masih menjadi faktor utama. Belum lagi 40 persen penduduk masih tergolong sebagai keluarga yg kurang mampu.
Mungkin kita baru akan melihat peningkatan dalam beberapa tahun ke depan, mengingat Menkominfo Rudiantara telah menegaskan bahwa dalam tiga tahun mendatang harga smartphone akan berangsur turun, terutama smartphone berbasis 4G. Sehingga layanan internet cepat dapat diakses oleh masyarakat yg lebih luas.
(Diterjemahkan oleh Faisal Bosnia & diedit oleh Fadly Yanuar Iriansyah)
Dikutip dari sini