Perang di Yaman telah berlangsung sejak tahun 2015. Negara itu kini sedang dilanda krisis kemanusiaan terburuk akibat perang yang melibatkan multi-pihak tersebut. Tingginya jumlah angka kematian warga sipil dan perlakuan tidak manusiawi yang terjadi di Yaman berujung pada penyelidikan PBB yang kemudian mengeluarkan pernyataan, semua pihak yang terlibat kemungkinan bersalah atas kejahatan perang.
Oleh: Judith Vonberg dan Nima Elbagir (CNN)
Pihak-pihak yang bertarung dalam perang saudara yang brutal di Yaman, telah melakukan serangan yang “tidak proporsional” dan dapat dianggap sebagai kejahatan perang, sebuah panel ahli Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengumumkan pada Selasa (28/8).
Laporan mereka—yang datang setelah kematian beberapa korban sipil baru-baru ini—menunjuk pada ribuan korban sipil yang disebabkan oleh serangan udara koalisi yang dipimpin Arab Saudi, penahanan sewenang-wenang yang tersebar luas, penyiksaan, kekerasan seksual, dan pengerahan anak-anak kecil mulai usia 8 tahun ke dalam angkatan bersenjata Yaman, yang semuanya adalah kejahatan berdasarkan hukum internasional.
Semua pihak “bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia” dan kejahatan itu “terus dilakukan,” kata laporan tersebut.
“Pelanggaran yang kami dokumentasikan sangat mengerikan,” kata Kamel Jendoubi, Ketua Kelompok Ahli Internasional dan Regional yang Terkemuka di Yaman, penulis laporan itu, pada konferensi pers Selasa (28/8) pagi.
Perang Yaman dimulai pada awal tahun 2015 ketika para pemberontak Houthi—kelompok minoritas Syiah dari utara negara itu—mengusir pemerintah yang didukung Amerika Serikat (AS), dan mengambil alih ibu kota, Sanaa.
Krisis dengan cepat meningkat menjadi perang multi-pihak, di mana negara tetangga Arab Saudi memimpin koalisi negara-negara Teluk dalam melawan pemberontak Houthi. Koalisi tersebut disarankan dan didukung oleh AS dan Inggris, di antara negara-negara lain.
Pada awal bulan ini, CNN menemukan bahwa sebuah bom yang menyerang bus sekolah dan menewaskan puluhan anak-anak adalah buatan AS dan telah dijual ke Arab Saudi, sebagai bagian dari kesepakatan senjata yang disetujui Departemen Luar Negeri.
Pada Senin (27/8), CNN mengetahui bahwa Pentagon memperingatkan Arab Saudi bahwa mereka siap untuk mengurangi dukungan militer dan intelijen, jika Saudi tidak menunjukkan upaya untuk membatasi kematian warga sipil dalam serangan udara.
Menanggapi temuan PBB pada Selasa (28/8), juru bicara koalisi pimpinan Saudi Kolonel Turki al-Malki, mengatakan kepada CNN bahwa laporan itu telah dirujuk ke tim hukum koalisi tersebut.
“Setelah peninjauan hukum, koalisi akan mengambil sikap yang tepat mengenai masalah ini, dan itu akan diumumkan,” kata al-Maliki.
Baca Sumber
Oleh: Judith Vonberg dan Nima Elbagir (CNN)
Pihak-pihak yang bertarung dalam perang saudara yang brutal di Yaman, telah melakukan serangan yang “tidak proporsional” dan dapat dianggap sebagai kejahatan perang, sebuah panel ahli Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengumumkan pada Selasa (28/8).
Laporan mereka—yang datang setelah kematian beberapa korban sipil baru-baru ini—menunjuk pada ribuan korban sipil yang disebabkan oleh serangan udara koalisi yang dipimpin Arab Saudi, penahanan sewenang-wenang yang tersebar luas, penyiksaan, kekerasan seksual, dan pengerahan anak-anak kecil mulai usia 8 tahun ke dalam angkatan bersenjata Yaman, yang semuanya adalah kejahatan berdasarkan hukum internasional.
Semua pihak “bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia” dan kejahatan itu “terus dilakukan,” kata laporan tersebut.
“Pelanggaran yang kami dokumentasikan sangat mengerikan,” kata Kamel Jendoubi, Ketua Kelompok Ahli Internasional dan Regional yang Terkemuka di Yaman, penulis laporan itu, pada konferensi pers Selasa (28/8) pagi.
Perang Yaman dimulai pada awal tahun 2015 ketika para pemberontak Houthi—kelompok minoritas Syiah dari utara negara itu—mengusir pemerintah yang didukung Amerika Serikat (AS), dan mengambil alih ibu kota, Sanaa.
Krisis dengan cepat meningkat menjadi perang multi-pihak, di mana negara tetangga Arab Saudi memimpin koalisi negara-negara Teluk dalam melawan pemberontak Houthi. Koalisi tersebut disarankan dan didukung oleh AS dan Inggris, di antara negara-negara lain.
Pada awal bulan ini, CNN menemukan bahwa sebuah bom yang menyerang bus sekolah dan menewaskan puluhan anak-anak adalah buatan AS dan telah dijual ke Arab Saudi, sebagai bagian dari kesepakatan senjata yang disetujui Departemen Luar Negeri.
Pada Senin (27/8), CNN mengetahui bahwa Pentagon memperingatkan Arab Saudi bahwa mereka siap untuk mengurangi dukungan militer dan intelijen, jika Saudi tidak menunjukkan upaya untuk membatasi kematian warga sipil dalam serangan udara.
Menanggapi temuan PBB pada Selasa (28/8), juru bicara koalisi pimpinan Saudi Kolonel Turki al-Malki, mengatakan kepada CNN bahwa laporan itu telah dirujuk ke tim hukum koalisi tersebut.
“Setelah peninjauan hukum, koalisi akan mengambil sikap yang tepat mengenai masalah ini, dan itu akan diumumkan,” kata al-Maliki.
Baca Sumber