Kelompok hackers Ukraina Pro-Russia dilaporkan telah melumpuhkan situs NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara, Organisasi Internasional untuk Keamanan Bersama) pada Sabtu dan Minggu. Serangan siber ini diduga merupakan respon terhadap pandangan negara negara anggota NATO yang menolak invasi Rusia ke Crimea di Semenanjung Ukraina.
Kelompok tersebut menggunakan serangan distributed denial of service (DSoS), yang melumpuhkan beberapa website terpilih dengan cara mengirim banyak request sehingga situs-situs tersebut menjadi crash atau lemot. NATO telah memposting pesan di situsnya yang menyatakan bahwa oraganisasi tersebut menolak hasil referendum Crimea yang dihelat Minggu. Berdasarkan hasil voting referendum tersebut, 93 persen pemilih setuju Crimea bergabung dengan Rusia.
Pasukan tentara Rusia memasuki Crimea pada awal Maret, dan sejak itu ketegangan antara negara itu dan negara-negara barat meningkat. Rusia bersikukuh bahwa aksi mereka bertujuan melindungi etnis Rusia yang tinggal di Crimea — sebuah daerah otonomi di Ukraina dari kelompok radikal Ukraina yang telah menggulingkan mantan presiden Viktor Yanukovich. Sementara itu, negara-negara barat, termasuk Amerika Serikat, menganggap invasi Rusia dan Referendum Crimea sebagai kegiatan ilegal.
Kelompok peretas yang menyebut diri mereka sebagai Cyber Berkut menyatakan bahwa serangan siber mereka adalah cerminan kekecewaan warga Ukraina terhadap NATO yang dianggap ikut campur urusan negara mereka. Kelompok tersebut mendukung Yanukovich yang pro-Rusia, dan mereka telah berperan di dalam penyerangan beberapa situs Ukraina beberapa minggu terakhir.
Website utama NATO telah aktif pada Minggu, tetapi juru bicara organisasi tersebut mengungkapkan kerusakan yang tidak berlangsung lama.
Sumber
Kelompok tersebut menggunakan serangan distributed denial of service (DSoS), yang melumpuhkan beberapa website terpilih dengan cara mengirim banyak request sehingga situs-situs tersebut menjadi crash atau lemot. NATO telah memposting pesan di situsnya yang menyatakan bahwa oraganisasi tersebut menolak hasil referendum Crimea yang dihelat Minggu. Berdasarkan hasil voting referendum tersebut, 93 persen pemilih setuju Crimea bergabung dengan Rusia.
Pasukan tentara Rusia memasuki Crimea pada awal Maret, dan sejak itu ketegangan antara negara itu dan negara-negara barat meningkat. Rusia bersikukuh bahwa aksi mereka bertujuan melindungi etnis Rusia yang tinggal di Crimea — sebuah daerah otonomi di Ukraina dari kelompok radikal Ukraina yang telah menggulingkan mantan presiden Viktor Yanukovich. Sementara itu, negara-negara barat, termasuk Amerika Serikat, menganggap invasi Rusia dan Referendum Crimea sebagai kegiatan ilegal.
Kelompok peretas yang menyebut diri mereka sebagai Cyber Berkut menyatakan bahwa serangan siber mereka adalah cerminan kekecewaan warga Ukraina terhadap NATO yang dianggap ikut campur urusan negara mereka. Kelompok tersebut mendukung Yanukovich yang pro-Rusia, dan mereka telah berperan di dalam penyerangan beberapa situs Ukraina beberapa minggu terakhir.
Website utama NATO telah aktif pada Minggu, tetapi juru bicara organisasi tersebut mengungkapkan kerusakan yang tidak berlangsung lama.
Sumber